
Malikus Shaleh (w. 696 H/1297 M). Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Islam pertama di Nusantara. Waktu dan tempat lahirnya tidak diketahui secara pasti. Wafatnya dapat diketahui berdasarkan tulisan pada sebuah nisan (makam) di Pasai. Pada nisan yang terbuat dari granit itu dapat diketahui bahwa ia meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M.
Bahwa dia adalah raja pertama dan merupakan pendiri Kerajaan Samudera Pasai, diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja Pasai dan Hikayat Melayu. Dari hikayat ini diketahui juga bahwa gelarnya sebelum menjadi raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. Merah Selu adalah putra Merah Gajah. Dalam ensklopedi Islam dijelaskan bahwa nama Merah adalah gelar bangsawan yang lazim digunakan di Sumatera Utara. Sedangkan Selu kemungkinan berasal dari kata Sungkala yang aslinya berasal dari Sanskrit Chula.
Dalam hikayat itu disebutkan juga bahwa Merah Selu mengembara dari satu tempat ke tempat lain dengan penolakan daerah-daerah yang bersangkutan, tetapi kemudian dia berhasil diangkat menjadi raja di suatu daerah. Dari sana diketahui juga bahwa tempat yang pertama sebagai pusat Kerajaan Samudera Pasai adalah muara sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Hikayat itu menyebutkan “… pada suatu hari Merah Selu pergi berburu. Maka ada seekor anjing dibawanya akan pemburuan Merah Selu itu bernama Pasai. Maka dilepaskannya anjing itu. Maka dilihatnya ada seekor semut besarnya seperti kucing, maka ditangkapnya oleh Merah Selu itu lalu dimakannya. Maka tanah tinggi itu pun disuruh Merah Selu tebas pada segala orang yang sertanya itu. Maka setelah itu diperbuatnya akan istana. Setelah sudah maka Merah Selu pun duduklah di sana dengan segala hulu balangnya dan segala rakyatnya, diam ia di sana maka dinamai oleh Merah Selu negeri Samudera, artinya semut yang sangat besar.”
Tentang nama Pasai, hikayat menyebutkan; “… Setelah sudah jadi negeri itu maka anjing perburuan yang bernama Pasai itu pun matilah di tempat itu. Maka disuruh tanamkan dia di sana juga. Maka dinamai baginda akan nama anjing nama negeri itu.”
Dari hikayat tersebut diketahui juga bahwa Merah Selu masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syeikh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah yang kemudian memberinya gelar Sulthan Malikush Shaleh. Hikayat itu menyebutkan, “… Sebermula maka bermimpi Merah Selu, dilihatnya dalam mimpinya itu ada seorang orang menumpang dagunya dengan segala jarinya, demikian katanya: ‘Hai Merah Selu, ujar olehmu dua kalimat syahadat.’ Maka sahut Merah Selu: ‘Tiada hamba tahu mengucap akan dia.’ Maka ujarnya: ‘Bukakan mulutmu.’ Maka dibukanya mulut Merah Selu, maka diludahinya mulut Merah Selu itu rasanya lemak manis. Maka ujarnya akan Merah Selu: ‘Hai Merah Selu engkaulah Sulthan Malikush Shaleh namamu, sekarang Islamlah engkau dengan mengucapkan dua kalimat itu…”. Sejak itulah dia menjadi sultan sebuah kerajaan Islam yang bernama Samudera Pasai.
Apa yang terdapat dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan Hikayat Melayu nampaknya sejalan dengan hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan oleh sarjana-sarjana barat, khususnya para sarjana Belanda sebelum perang, seperti Snouck Hurgronje, J.P. Moquette, J.L. Moens, Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain. Mereka menyebutkan bahwa Kerajaan Islam Samudera Pasai berdiri pada pertengahan abad ke 13, dan pendirinya adalah Sulthan Malikush Shaleh.
Akan tetapi, dalam ensiklopedia Islam, dikemukakan juga bahwa akhir-akhir ini terdapat sumber lain yang cenderung berisi berita berbeda. Ada dia buah naskah lokal yang ditemukan di Aceh, yaitu Idah al-Haqq fi Mamlakat Peureula karya Abu Ishaq Makarani dan Tawarikh Raja-raja Pasai. Kedua naskah ini dimiliki oleh Tgk. Junus Jamil Kampung Alui Banda Aceh, dan yang disebut terakhir bahkan sudah diterbitkan. Menurut sumber ini, Kerajaan Samudera Pasai sudah berdiri pada tahun 433 H/1042 M. Kerajaan yang dikuasai oleh dinasti Meurah Khair ini terus berlangsung sampai tahun 607 H/1210 M. Pada tahun ini Baginda Raja meninggal dunia dan tidak meninggalkan putra. Setelah itu negeri Samudera Pasai menjadi rebutan antara pembesar-pembesar istana. Keadaan politik yang tidak stabil itu berlangsung kurang lebih 50 tahun. Keadaan politik baru berubah menjadi lebih baik setelah naiknya Merah Selu, yang kemudian bergelar Malikush Shaleh.
Berbeda dengan Hikayat Raja-raha Pasai yang mengatakan bahwa Merah Selu pada mulanya beragama Hindu kemudian baru masuk Islam di tangan Syeikh Ismail, sumber ini menyebutkan bahwa Merah Selu berasal dari keturunan Raja Islam Peurlak. Menurutnya Merah Selu adalah anak Makhdum Malik Abdullah (Meurah Seulangan/Seurah Jaga) anak Makhdum Malik Ibrahim (Meurah Silo) anak Makhdum Malik Mesir (Meurah Mersa/Toe Mersa) anak Makhdum Malik Ishaq (Meurah Ishaq) anak Sultan Makhdum Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat, Sultan Kerajaan Peureulak yang memerintah pada tahun 365 – 402 H/976 – 1012 M). pendukung pendapat ini berpendapat bahwa kerajaan Islam pertama di Nusantara bukanlah Samudera Pasai, melainkan Kerajaan Peureulak.
Rujukan:
Ensiklopedia Islam, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2003.
Ensiklopedi Indonesia, PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1983.
Diposting oleh
Ippes
12.24