FATWA IBNU TAIMIYAH YANG BERTENTANGAN DENGAN IJMA’
- Perkataaan seorang suami kepada istrinya علي الطلاق menurut Ibn Taimiyah talaknya tidak jatuh, tetapi wajib terhadap suami membayar kafarah sumpah.
- Tidak jatuh talak ketika istrinya sedang haid.
- Tidak jatuh talak ketika istrinya sedang suci jika telah digauli sebelumnya oleh suami.
- Tidak wajib mengqadhakan shalat bila sengaja meninggalkannya.
- Wanita haid dibolehkan melaksanakan thawaf dan tidak dikenakan kafarah.
- Talak tiga sekaligus hanya jatuh satu.
- Pungutan liar hanya untuk orang yang memungutnya.
- Pungutan liar dianggap sah sebagai zakat tijarah jika dikutip dari para pedagang.
- Bangkai hewan (seperti tikus) di dalam benda cair tidak menyebabkan bernajisnya benda cair.
- Orang berjunub boleh melakukan shalat sunat malam sebelum mandi, meskipum tidak kesulitan mendapatkan air, seperti berada di perkampungan, bukan di perantauan.
- Persyaratan dari oarang yang mewakafkan sesuatu tidak perlu diperhitungkan. Karenanya, bila diwakafkan kepada penganut mazhab Syafi’i, boleh saja diberikan kepada penganut mazhab Hanafi, begitu juga sebaliknya.
- Orang yang menentang ijma’ tidak menjadi kafir atau fasiq.
- Allah SWT merupakan tempat bagi segala yang bahru. Artinya, segala yang bahru bertempat (hulul) pada zat Allah SWT.
- Zat Allah SWT tersusun (murakkab) dari organ-organ terrentu, dan zat Allah memerlukan organ-organ tersebut.
- Al-qur’an pada zat Allah SWT bahru.
- Ketika berkalam dengan Al-qur’an, Allah SWT juga diam dan berbicara, sama seperti cara berkalamnya makhluk.
- Iradah Allah SWT muncul seiring munculnya makhluk. Berarti, sifat iradah bukan sifat yang qadim.
- Alam itu qadim pada satu bagian tertentu.
- Allah SWT menciptakan alam bukan secara ikhtiyari, tetapi secara wajib.
- Allah SWT memiliki bentuk (jism), arah (jihat), dan berpindah-pindah.
- Allah SWT besarnya sebanding ‘aras.
- Neraka akan fana.
- Para nabi tidak terpelihara.
- Rasulullah SAW tidak memiliki sifat kemegahan atau menarik simpati (sifat jah). Tawasul dengan Rasulullah juga tidak dibolehkan. Karenanya, berpergian dengan tujuan menziarahi makam Rasulullah Dianggap maksiat, dan tidak diberikan keringanan untuk jama’ dan qasar shalat.
- Yang ditukar pada kitab Taurat dan Injil bukan lafaznya, tetapi maknanya saja.
Referensi:
Syeikh Ibnu Hajar al-Haitami, al-fatawa al-Haditsiyyah, Beirut: Dar al-Fikri, t.t, hlm. 83-85
Syeikh Taqiyuddin as-Subki, ad-durar al-Mudhi’ah fi Rad ‘ala Ibni Taimiyah, Istanbul: Darussefaka, 2008, hlm. 67-68.

Posting Komentar